Minggu, 06 Oktober 2013

Tunjukkan Aku Pada Mereka

    Sudah lama kita menjalin cinta. Hamparan angin memendar di sepanjang nafas yang kita hembuskan untuk kelangsungan cinta kita. Bukit semakim menanjak naik, menyisakan kepingan-kepingan kenangan yang semakin lama semakin menggunung. Disana ada bahagia. Disampingnya ada tawa. Dibelakangnya ada tangis, di sekelilingnya ada suka dan duka. Begitu banyak batu perasaan yang mewakili semua waktu yang telah kita tempuh, dengan susah payah, penuh suka cita.

     Semua hubungan pasti memiliki sebuah akhir, ya. Sebuah akhir yang hanya ada 2 jalan pasti, bahagia ataupun sebaliknya. Yang bahagia, semuanya pasti menginginkannya untuk hubungan mereka. Sebaliknya, jika memang nasib menggoreskan untuknya berakhir dengan tidak sempurna, apalah daya. Mungkin memang sudah takdirnya.


     Begitu pula aku denganmu. Kita berdua. Semakin lama denganmu, kau tau. Aku mengingkan hal yang lebih dari hanya sekedar jalan-jalan mengelilingi kota, berfoto di tempat umum, makan di restoran, ataupun mengunjungi tempat-tempat yang kita sukai. Selama ini kita hanya melakukannya berdua saja. Hanya berdua. Tanpa mereka, sang KELUARGA.

     Aku mulai merasa ada yang kurang, saat aku terkadang menjemputmu untuk berjalan sebentar. Kau memintaku untuk menunggu di tempat yang berjarak 3 rumah dari rumahmu. Aku menunggu disana tanpa tau apa yang kau lakukan di dalam sana. Mungkin saja engkau meminta izin dengan orang tuamu untuk pergi denganku sambil menyalami jangan mereka. Oh, aku juga ingin melalukan hal yang sama dengan orang tuamu juga.

     Berbeda denganku, saat kau bertandang kerumahku. Pintuku terbuka luas untuk merengkuh pundakmu. Kau dapat sesuka hatimu menyapa mereka dan memperkenalkan dirimu sebagai kekasihku. Mereka tersenyum dan seperti biasa langsung akrab denganmu. Mereka orang tuamu dan tentu saja mereka telah mengenalmu meski tak begitu mengenal asal-usulmu. Lah aku, bagaimana denganku? Mengenal orang tuamu saja tidak, bagaimana aku bisa akrab dengan keluargamu nanti?

     Ketika disinggung, kapan aku bertemu dengan orang tuamu?. Kau hanya menjawab, jika takdir memang berpihak pada cinta kita, kita akan dipertemukan pada mereka berdua. Aku tidak pernah memaksamu untuk memperkenalkan aku pada orang tuamu. Hanya saja, aku merasa ada yang janggal. Kita sudah hampir setahun menjalani ini dan aku tidak ingin berakhir dengan sia-sia. Setidaknya, aku bisa membuat orang tuamu menilai diriku dan mengizinkan aku untuk ikut bergabung dalam suasana tawa dalam keluargamu.

    Aku ingin sekali mengenal mereka, seperti yang dilakukan teman-temanku pada keluarga dan orang tua kekasihnya. Mereka bersenda gurau dengan orang tua kekasihnya, pergi rekreasi bersama, bercanda di meja makan dengan suasana yang hangat, dan berfoto bersama. Terkadang mereka membawakan oleh-oleh dan kado serta ucapan ulang tahun untuk orang tua kekasihnya. Setelah itu, mereka kembali bercerita dan bersenda gurau kembali. Itu sangat mengasyikan bukan?

     Jujur aku iri dengan yang seperti itu, aku juga ingin melakukan hal yang sama seperti mereka. Kau tahu, mungkin aku hanya dapat memandang mereka melalui figura poto yang terpampang di imajinasiku. Ya, imajinasiku. Kau tak pernah membawaku secara formal kehadapan keluargamu. Itu sebabnya aku tidak pernah menginjakkan kakiku di tanah rumahmu. Itu pula sebabnya aku juga tidak pernah melihat figura poto yang menunjukkan tentang wajah kedua orang tuamu ataupun anggota keluargamu yang lain. Menyedihkan.

     Kita menjalani semua ini, semua rasa ini, untuk apa? Untuk menyongsong sebuah kebahagian, kan? Lalu untuk apa kita jalani jika mereka tidak tahu tentang hubungan kita;hubungan yang kita impikan dapat menggapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Terpikirkah engkau bagaimana jika ternyata hubungan kita telah jauh, tapi mereka sama sekali tidak mengetahuinya? Terpikirkah juga dibenakmu jika suatu saat mereka tidak merestui kita, disaat kita telah memantapkan hati untuk bersama selamanya? Mungkinkah kita melawan takdir? Mungkinkah kita menjadi durhaka demi cinta?


    Lebih cepat lebih baik. Mungkin kalimat itu tepat untuk kita menyadari betapa sulitnya cinta kita jika masing-masing kedua orang tua kita tidak tau apa yang kita perjuangkan sejauh ini. Aku ingin mereka tau aku kekasihmu. Itu saja, selebihnya, mungkin aku bisa mengajaknya makan bersama, atau berfoto bersama dan melakukan hal-hal yang mengasikkan lainnya. Betapa lengkap dan sempurnanya hubungan cinta kita jika salah satu unsur penting dapat merestui kita. Orang tua dan keluarga.
    

Jadi, apa yang harus kita lakukan?
    

Menemui mereka. Secepatnya.










Maria Tanti

1 komentar:

your comment?????