Minggu, 06 Oktober 2013

Luka?

    Aku tidak mengerti. Mengapa kita selalu membuat luka itu kembali menganga. Bukankah-? Bukankah-? Bukankah kita saling mencintai?
     Aku tak begitu paham tentang praduga-pradugamu itu yang begitu keras menghantam hatiku. Mungkin bagimu, ini bukanlah awal atau akhir. Tapi ini sudah diluar akal sehatku. Kau tau, ini tidak rasional.
     Kita memahami cinta secara irrasional, sehingga kita membenarkan kata maaf dan bentakan-bentakan itu terhenti. Kita membuka kembali hati sekaligus luka yang telah menutup sempurna. Padahal, menurut Tere Liye, cinta adalah rasionalitas sempurna, dimana cinta tak hanya sekedar memaafkan. Cinta adalah harga diri.


     Kita berdua bagaikan bermain dalam hutan cinta. Namun kita berdua terjatuh dan harus kembali merangkak dari lubang yang sama. Kita berusaha untuk keluar namun kita tetap terjatuh kedalamnya. Kita tak pernah belajar dari kesalahan. Kita tak pernah menemukan jalan terbaik untuk pulang. kita tetap saja menetralisir keadaan agar semua tetap berada dalam posisi baik-baik saja. Tanpa ada kendala.
     Kenyataan yang tak pernah kau sadari adalah : kita berdua sedang menentang takdir. Kita diciptakan untuk membuat luka besar di masing-masih hati kita. Lalu kita berdua menutupnya kembali dengan janji-janji yang benar-benar tak dipungkiri lagi kedahsyatannya meremukkan tembok hati. Tak berapa lama, luka itu kembali menganga merah;dan meradang. Sebisa mungkin kita menutupnya kembali dengan berbagai cara;termasuk kebohongan. Alangkah rumitnya masalah ini. Apakah Tuhan memang menciptakan separuh hati yang dipersatukan untuk saling menyakiti?
     Aku memang tak begitu memahami tentang cinta dan maknanya tentang luka. Tapi, melihatmu dengan wajah dan watak yang tak kunjung berubah;masih dengan siluet pisau yang bisa saja menyabet hatiku kapan saja. Aku menyadari, bahwa cinta tak harus selalu saling menyakiti.

    Tahukah kau akan hal itu?











Maria Tanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

your comment?????